Rabu, 30 Maret 2016

Ketika Industriawan Beralih Jadi Pedagang

Berawal dari pertemuan singkat di salah satu kawasan industri di timur Jakarta, tepatnya di Cikarang, kisah ini bermula. Mulanya hanya kunjungan singkat dengan salah satu industriawan di sana, tapi justru obrolan makin seru dan menarik hingga lupa waktu.

Obrolan seputar kondisi industri saat ini, pemutusan hubungan kerja (PHK), upah pekerja, regulasi, hingga kinerja pemerintahan saat ini. Meski rentan melebar ke mana-mana, tapi obrolan tersebut sangat berlandaskan fakta yang terjadi riil di lapangan.

"Industri kita sulit bernafas, lihat saja Sanyo dan Toshiba yang sudah menjual pabriknya kepada Haier dan Skywatch," ujarnya tanpa mau diungkap identitasnya.

Industriawan tersebut menambahkan bukan hanya prinsipal asal Jepang yang ketar-ketir dengan kondisi di Indonesia, investor asal Korea juga demikian. Bahkan, belum lama ini sebanyak 100 investor dan pimpinan perusahaan terutama dari investor elektronik asal Korea Selatan di Indonesia berkumpul di salah satu hotel bintang lima di daerah Senayan, dipimpin Dubes Korsel untuk Indonesia, mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) guna menstabilkan perekonomian nasional. Pasalnya, perlambatan perekonomian nasional dalam dua tahun terakhir telah menurunkan omzet industri elektronik di negeri ini sehingga banyak perusahaan di industri ini yang melakukan layoff.

“Mereka (100 investor Korsel) sangat khawatir dengan kabar pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dan perlambatan ekonomi Indonesia sehingga mendesak pemerintahan Jokowi untuk bekerjasama guna mengatasi masalah tersebut,” katanya yang mengetahui pertemuan pada akhir bulan lalu.

Menurut mereka, salah satu investor asal Korsel yang cukup gelisah antara lain di sektor industri elektronik. Perlambatan perekonomian nasional ditambah upah pekerja naik serta tekanan inflasi dan depresiasi kurs menekan industri elektronik nasional. Bahkan sejumlah prinsipal elektronik asal Jepang sudah terlebih dahulu menutup pabrik. “Investor elektronik asal Korsel seperti Samsung terus mencermati kondisi ini. Mereka tidak mau investasi mereka lebih dari Rp 30 triliun harus menguap di Indonesia, apalagi mereka punya 140 vendor di negeri ini,” ujarnya.

Karena itu, lanjut dia, 100 investor Korsel bertemu Jokowi untuk merumuskan kembali iklim usaha yang kondusif di Indonesia. Berbagai hambatan dan tantangan perlu diselesaikan bersama agar membuat iklim usaha yang lebih kondusif.

Seperti diketahui, pada Februari 2016 dua prinsipal elektronik asal Jepang, yakni Toshiba dan Panasonic, terpaksa menutup pabriknya di Indonesia awal tahun ini, sehingga menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK) sekitar 2.500 karyawan. Kondisi itu memperparah iklim investasi di industri elektronik, setelah sebelumnya prinsipal Jepang lainnya yakni Sanyo terpaksa menghentikan operasional pabriknya di Indonesia.

22 Pabrik Akan Tutup
Obrolan kami berlanjut dan bertambah seru. Kini dia membandingkan upah pekerja di Indonesia dan negara-negara lain di ASEAN. Upah minimum provinsi tertinggi di Indonesia berada di Karawang sekitar Rp 4 juta/bulan, sementara di Vietnam upah di sana hanya Rp 1,6 juta/bulan dengan produktivitas yang lebih tinggi. Mencermati fakta tersebut, memang perlu riset lebih dalam apakah produktivitas pekerja Indonesia tertinggal dibanding Vietnam, namun hal itu menjadi salah satu tolak ukur daya saing.

Dia menambahkan, di samping upah yang terus naik, perusahaan juga harus menanggung BPJS, tapera, dan lainnya yang bisa mencapai 37% dari total gaji pekerja setahun. Cukup berat dirasakan oleh industriawan, apalagi di tengah kondisi perlambatan ekonomi dan kelesuan daya beli saat ini.

"Di seluruh kawasan industri di timur Jakarta, sekitar 22 pabrik lagi akan berhenti beroperasi akibat kondisi tersebut," jelasnya.

Jika industri melemah, maka sektor perdagangan yang akan memimpin karena tidak menyerap tenaga kerja massal. Impor produk jadi yang lebih murah dibanding mengolah produk di Indonesia akan menjadi tren. Akhirnya, industriawan beralih menjadi pedagang. Itu konsekuensi logis yang harus diterima semua pihak. Bagaimana mengatasinya, perlu kerjasama semua pihak. Tidak bisa satu pihak mengindahkan pihak lain karena semua makin terhubung dan terkoneksi.(*)

Referensi di sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar