Sabtu, 12 Mei 2018

Tren Pertumbuhan Demand Consumer Goods di 2018

Pasar barang-barang konsumsi harian (fast moving consumer goods/FMCG) di kuartal I 2018 dinilai makin menantang, seiring tekanan kondisi makroekonomi seperti depresiasi kurs rupiah yang menembus Rp 14.052/US$. Hal itu mempengaruhi kinerja penjualan para produsen FMCG di tiga bulan awal 2018.

Dua perusahaan raksasa FMCG yakni PT lndofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) mencatatkan kinerja penjualan yang melemah tipis rata-rata 1% pada kuartal I 2018 secara tahunan. Hal itu diketahui dari laporan keuangan masing-masing perusahaan di tiga bulan awal 2018.

Penjualan neto konsolidasi Indofood turun 1,1% menjadi Rp17,63 triliun di kuartal I 2018 dari Rp17,83 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Kelompok Usaha Strategis Produk  Konsumen  Bermerek,  Bogasari, Agribisnis, dan Distribusi masing-masing  memberikan kontribusi sekitar 54%, 22%, 15% dan 9% terhadap penjualan neto konsolidasi Indofood.

Laba usaha relatif stabil di kisaran Rp2,48 triliun, sedangkan marjin laba usaha naik menjadi  14,1% dari sebelumnya 13,9%. Laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk naik 1,1% menjadi Rp 1,19 triliun dari Rp1,18 triliun dan marjin laba bersih naik menjadi 6,7% dari 6,6%. Dengan tidak memperhitungkan akun non-recurring dan selisih kurs, core profit--yang mencerminkan kinerja operasional--naik 4,7% menjadi Rp 1,22 triliun dari Rp 1, 16 triliun.

"Di awal tahun 2018, kondisi pasar masih tetap menantang.  Harga CPO mengalami tekanan dan tingkat permintaan konsumen juga belum menunjukkan pemulihan secara signifikan. Di tengah berbagai tantangan tersebut, kami senang bahwa core profit kami tetap bertumbuh secara sehat," ujar Anthoni Salim, Direktur Utama dan Chief Executive Officer lndofood, dalam keterangan tertulis yang diterima Duniaindustri.com di Jakarta, akhir pekan lalu.

Sementara itu, PT Unilever Indonesia Tbk membukukan penurunan laba yang diatribusikan kepada entitas induk pada kuartal I 2018 sekitar 6,17% menjadi Rp1,839 triliun, dari periode serupa tahun lalu Rp1,960 triliun. Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasi, kondisi tersebut dipicu oleh melemahnya penjualan usaha dalam tiga bulan pertama tahun ini sekitar 0,9% atau menjadi Rp10,746 triliun, dari periode serupa tahun lalu Rp10,845 triliun.

Selain itu, beban penjualan pun kian membesar sekitar 6,93% atau menjadi Rp2,052 triliun per akhir Maret 2018, dari kurun waktu serupa tahun sebelumnya Rp1,919 triliun. Perseroan juga harus menanggung semakin kecilnya pendapatan keuangan sekitar 17,28% atau menjadi Rp579 juta per akhir Maret tahun ini, dari kurun waktu serupa tahun lalu yang mencapai Rp700 juta.

Masih Melambat
Adhi S Lukman, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi), menyatakan sepanjang Januari hingga Februari 2018 permintaan produk makanan dan minuman belum membaik. Sepanjang awal 2018 ini malah terjadi perlambatan permintaan. "Semenjak Maret kemarin (baru) terlihat kenaikan penjualan," kata Adhi.

Industri, kata dia, berharap momen puasa dan perayaan oleh umat Islam dapat mendongkrak permintaan. "Diharapkan pada kuartal kedua terlihat realisasi peningkatan penjualan," katanya.

Adhi tidak menjelaskan besar peningkatan penjualan yang terjadi pada Maret. Demikian juga dengan estimasi peningkatan penjualan pada kuartal kedua mendatang. Pada tahun ini industri makanan minuman (mamin) diproyeksikan tumbuh lebih dari 10% atau naik dibandingkan dengan pertumbuhan tahun lalu sebesar 9,23%.

Faktor pendorong pertumbuhan industri ini antara lain penerbitan beberapa kebijakan deregulasi yang memudahkan pasokan bakan baku. Selain itu, tahun ini juga merupakan tahun politik yang umumnya peredaran uang meningkat. Hal tersebut diharapkan ikut mendongkrak konsumsi makanan dan minuman.(*)

Sumber: klik di sini

Database Riset Data Spesifik Lainnya:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar